Beranda

Total Tayangan Halaman

Minggu, 18 November 2012

Memaknai Silaturrahim

Silaturrahim, salah satu kata yang sangat mengena buat saya. Salah satu upaya menjaganya, ya dengan jaga komunikasi yang baik dengan orang-orang dimana kita bergaul bersama. Me myself adalah orang suka naruh handphone lalu lupa posisinya dimana. Saya punya dua hp yang saya gunakan untuk kepentingan komunikasi dan membantu aktivitas saya. Walaupun begitu, ada sedikit kejadian yang kemudian membuat saya belajar tentang bagaimana caranya menjaga silaturrahim. 

Ceritanya bermula pada saat akhir masa praktek lapangan saya disebuah kota keren, Payakumbuh. Saya pulkam dan sakit berat. Hp saya biarkan istirahat. Satu hp tidak ada bunyi dan getarnya dan satu lagi normal. Namun, teman-teman saya lebih sering memakai nomor pertama, karena mereka juga pakai nomor yang sama, dibawah brand T*******L. Teman saya ini sudah menghubungi saya sampai puluhan kali, dan parahnya, I didn’t even hear and realize it. Alhasil, bukan cuman doi yang kecewa, tapi juga orang-orang disekitar dia yang menyaksikan perjuangan dia saat menghubungi saya. Alhasil, silaturrahim itu sempat retak dan insyaallah sedang diobati dan saya coba pulihkan hingga kini. Itu juga tidak merupakan satu kejadian. Dulu juga pernah… saat hati saya lagi gondok dan tidak mau ngomong dengan siapapun, saya ditelpon. Sangat susah sekali menjaga supaya saya tidak mencak-mencak..
Tapi lagi-lagi, butuh manajemen sabar dan berkomunikasi dengan baik dan professional walaupun kamu punya masalah personal. Atau, berkunjung ke rumah saudara atau teman. Disibukkan dengan seabrek agenda yang menggila dan sering (bahkan hampir tiap hari pulang senja) terkadang membuat saya kelelahan dan ketika sampai di rumah, membersihkan diri, menyelesaikan tugas rutin, lalu segera berlabuh ke pulau impian.

Tapi bagaimanapun, tetap saja. Kesibukan tidak seharusnya menjadi alasan. Lihat saja bagaimana Rasulullah menjaga ukhuwah dengan para sahabatnya, bahkan hampir semuanya merasa sangat dekat dan diistimewakan oleh beliau. Atau Imam Hasan Al-Banna yang bahkan dengan mudah hapal orang-orang hanya dengan melihat file nama mereka. Atau yang paling dekat pada zaman ini, Bunda Yoyoh Yusroh yang sangat dekat dihati orang-orang disekitarnya, bahkan dengan orang yang belum pernah berjumpa dengan beliau sebelumnya. Akhirnya, saya lagi-lagi harus mengevaluasi diri. Jangan-jangan saya tidak melakukan sesuatu seperti mereka. 

Malam itu, ada sebuah kajian dari salah seorang akhwat senior. Beliau menyampaikan bahwa unsur ke-Islaman seseorang ada tiga. Ibarat sebuah pohon yang punya akar, batang dan buah. Maka akarnya adalah aqidah yang lurus, batangnya adalah ibadah yang benar, dan buahnya adalah akhlak yang mahmudah. Jika seseorang sudah menjaga pohonnya dengan baik, insyaallah makhluk Allah lainnya akan mudah didekati hatinya. Lalu, sudahkah aqidah saya benar? Atau, jangan-jangan ibadah saya yang tidak ikhlas pada-Nya? Sehingga akhlak saya jadi salah dan akibatnya silaturrahim ini jadi tidak lagi indah…
Rongga kerongkongan ini lagi-lagi tercekat. Rabbi, hanya Engkau yang tahu siapa aku… Jangan kau balikkan hati ini hingga menjauh darimu. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar