Saat menulis tentang ini, saya teringat pada salah seorang guru idola saya sewaktu duduk di kelas dua aliyah dulu. Beliau adalah guru Matematika yang membuat saya jadi jatuh cinta dengan mata pelajaran itu. Di tangan beliau, mata pelajaran itu jadi mudah untuk dimengerti. Tapi, bukan cuma itu yang bikin saya suka. Setiap masuk, beliau senantiasa memberikan kata-kata pembangkit semangat buat kami, anak-anak didik beliau. Mungkin itu juga yang mengantarkan beliau menjadi guru teladan se-Indonesia. Satu kata yang selalu ingat di benak saya sampai sekarang adalah untuk membaca untuk mendapatkan ilmu, mengingat ilmu dengan menuliskannya, bahkan untuk menjaga hafalan (beliau juga biasa meruqyah anak-anak yang diganggu jin).
Yah, sebenarnya untuk membaca ini sudah jadi hobi saya dari kecil (emang sekarang dah setua apa, ya?). Dulu, sewaktu masih belum punya rumah sendiri, saya tinggal di bekas sebuah rumah sekolah. Di sebelah ruangan yang kami tempati, ada perpustakaan sekolah dengan stok buku-buku lama. Bukunya memang dah old-fashioned, tapi ilmunya subhanallah. Dari situ saya kenal dengan Jenderal Soedirman, Teuku Umar, Khaulah dan Romanus, Julius Caesar, Khansa’, para ummahatul mukminin dan lain-lain. Memang tidak semua buku yang saya baca, mungkin karena sejak kecil saya sudah punya minat sendiri. Dan, Papa juga suka sekali diskusi masalah sosial di rumah, jadi saya sudah terbiasa untuk melahap hal-hal yang berbau seperti itu.
Ketika kelas enam sekolah dasar, alhamdulillah rumah kami sudah bisa ditempati. Saya kehilangan tempat membaca saya. Tapi itu tak lama, alhamdulillah perpustakaan sekolah bisa memenuhi kebutuhan membaca saya yang agak gila ini. Gila? Ya, dulu sebelum mempraktekkan adab ke istihmam (kamar mandi) yang benar, saya biasa bawa buku ke dalam. Atau, saya pernah masuk ke dalam selokan dengan lukan yang cukup dalam hanya karena asyik membaca sambil jalan abis disuruh Mama belanja beberapa perlengkapan masak. Alhasil, minyak tanah yang dibeli tumpah dan saya juga dimarahi.
Membaca juga akhirnya membuat saya berubah.
Ini benar-benar jelas saya rasakan saat saya menemukan sebuah buku yang merubah cara pandang saya, yang membuat saya harus kembali menata hati dan menjaga kemuliaan diri. Judulnya? CINTA KITA BEDA. Mungkin bagi beberapa orang yang membaca, itu biasa. Tapi bagi saya, saya seperti menemukan apa yang selama ini saya cari.
Karenanya, saya jadi tak menyesal saat sebelumnya saya mengatakan TIDAK pada seseorang yang ikut menemani hari-hari saya sebagai remaja putri, karena dulu saya hanya ingin menjadikannya sebagai sahabat, saya rasa tak baik mengumbar rasa jika tidak pada waktunya. Dan, itu benar. Atau, saat saya merasa saya harus berada di rumah saat teman-teman seusia saya asyik menghabiskan waktu mereka bersama orang yang mereka klaim sebagai ‘pacar’. Tapi, jauh di lubuk hati saya, saya sangat bersyukur dengan adanya pertolongan Allah, mengantarkan saya sampai ke jalan ini.
Dan, dengan membaca saya jadi tahu bahwa saya tidak sendirian. Ternyata, ada muslimah di luar sana yang juga sedang berusaha untuk menyampaikan kebenaran dan menunjukkan eksistensinya dengan berhijab dan memakai jilbab yang benar dan syar’i.
Lewat membaca saya jadi tahu, bahwa ada seorang wanita muda Amerika yang bernama Rachel Corrie, meninggal dalam usia 23 tahun, dilindas oleh buldoser Israel saat mencoba menghalangi tentara yang akan menghancurkan rumah warga Palestina. Ia berbaring dengan memakai baju terang, tapi tentara itu tak berhenti. Ia tewas dengan bagian tubuh yang tidak bisa dikenali lagi. Bagi Israel, tindakannya itu adalah tindakan yang bodoh, sedangkan di negaranya ia dipandang sebagai teroris.
Dan, dengan menuliskan, saya mencoba untuk mengingat semuanya…
Selasa, 24 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar