Assalamu’ alaikum wa rahmatullah.
Bismillah...
Alhamdulillah Allah berikan kesempatan pada kita untuk
mempertemukan kita di hari-hari dimana kita bisa merasakan senang dan sedih,
sehat dan sakit dan sejuta rasa lainnya. Shalawat buat Rasulullah yang super
keren teladannya sampai akhir zaman.
Sudah lama rasanya tidak berbenah di blog yang sederhana
ini.
Agak sedikit heran mungkin, kenapa saya memakai font yang
berbeda sekarang. Kemarin sedikit nikmat Allah sudah kembali, notebook saya
diambil oleh ‘unidentified person’. Jadi, sekarang gak bisa pake font itu lagi :)
Well, disamping masih berkutat dengan urusan thesis, saya
harus terus bergerak biar tidak dibawa arus. Maklum, bahwa saya sudah satu
tahun gak kuliah, hehe.
Kali ini saya mau cerita tentang orang-orang yang beriman
sebelum kedatangan Rasulullah. Ada kisahnya dalam Al-Qur’an. Udah pernah dengar
tentang ashabul ukhdud?
Saya copas link-nya, ya?
Ashabul ukhdud
adalah kaum yang dilaknat oleh Allah. Dengan api inilah mereka memaksa
orang-orang yang beriman untuk kembali kepada agama mereka semula, agama yang
menjadikan makhluk sebagai sesembahan selain Allah. Setiap orang yang
beriman kepada Allah dan mengingkari peribadahan kepada selain-Nya, mereka
lemparkan kedalam api, sebagaimana Allah kisahkan dalam ayat-Nya,
“Binasa dan
terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan)
kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa
yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. dan mereka tidak
menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman
kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” [Q.S. Al Buruj:4-9].
Tiba giliran
seorang ibu yang sedang menggendong bayi mungil. Wanita itu dipaksa untuk
memilih antara dua pilihan. Ia masuk kedalam api tersebut dalam keadaan beriman
kepada Allah ataukah jiwanya selamat namun dia harus kembali kepada kekafiran.
Demi melihat kobaran api yang menyala, timbul dari dalam dirinya keraguan dan
rasa takut untuk tetap berada dalam keimanan. Ia tidak tega melihat keadaan
anaknya yang dalam gendongannya. Apakah jiwa yang masih suci ini harus mati
bersamanya. Allah pun memberikan kemampuan kepada bayi tersebut untuk
berbicara. Bayi itupun berkata, ”wahai ibuku! Bersabarlah, sesungguhnya engkau
berada di atas kebenaran”. Tatkala mendengar perkataan bayi tersebut, bulatlah
tekadnya untuk masuk ke dalam kobaran api mempertahankan keimanannya.
Memang, telah menjadi
ketetapan Allah, bahwa sebagian manusia akan menjadi musuh bagi sebagian
lainnya. Tatkala ada yang membela kebenaran, ada pula orang yang menjadi
pembela kebatilan. Demikian pula ketika Allah mengutus para Rasul dan para
Nabi, dengan hikmah dan keadilan-Nya, Ia ciptakan musuh-musuh yang gigih
menentang mereka. Ketetapan Allah ini akan berlaku pula kepada para pengikut
mereka, supaya jelas siapakah yang jujur dan siapakah yang dusta dalam
pengakuan keimanannya. Allah berfirman yang artinya, “Alif lam mim. Apakah manusia
menyangka bahwa mereka akan dibiarkan mengaku ‘kami beriman’ sedang mereka
tidak diuji. Sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka sehingga
Allah benar-benar mengetahui siapakah orang-orang yang jujur dan siapakah yang
berdusta.” [Q.S.
Al Ankabut:1-3].
Kisah kekejian yang
luar biasa ini bermula dari seorang pemuda yang diutus oleh raja untuk belajar
ilmu sihir kepada tukang sihir istana. Ia diharapkan akan dapat menggantikan
tugas tukang sihir tersebut setelah kematiannya. Pemuda tersebut tinggal pada
suatu kampung yang berbeda dengan tempat tukang sihir tersebut berada. Di
tengah perjalanan antara kampung dan tempat tukang sihir berada, tinggallah
seorang Rahib yang beriman kepada Allah. Ia hidup mengasingkan diri dari
masyarakat yang telah rusak agamanya karena menjadikan raja mereka sebagai
sesembahan.
Singkat kata setiap
kali pemuda tersebut melewati tempat rahib ini, ia tertarik mendengar
ajaran-ajaran yang dianut rahib tersebut. Mulailah ia singgah untuk menimba
ilmu yang dibawa oleh sang Rahib. Tiap kali berangkat dan pulang dari belajar
sihir, ia menyempatkan diri untuk belajar kepada rahib. Ia pun mempelajari dua
ilmu yang tidak akan bersatu, ilmu sihir dan ilmu agama.
Suatu ketika,
pemuda tersebut melihat binatang besar yang menghalangi perjalanan manusia.
Maka timbullah keinginan dalam pikiran pemuda tersebut untuk menguji manakah
ajaran yang lebih utama, ajaran rahib ataukah tukang sihir. Berdoalah ia
kepada Allah, “Ya Allah, jika engkau lebih mencintai apa yang dibawa oleh rahib
dari pada apa yang dibawa oleh tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini, supaya
manusia bisa bebas dari gangguannya.” Ia pun melempar binatang tersebut dengan
batu yang mengakibatkan binatang itu mati seketika. Yakinlah si pemuda tentang
keutamaan dan kebenaran ajaran sang rahib.
Waktu terus
berlalu, si pemuda menjadi terkenal sebagai orang yang mahir mengobati orang
yang buta, sakit belang, dan penyakit lainnya. Suatu ketika datanglah seorang
pejabat dekat raja. Dengan membawa hadiah yang banyak ia datang untuk minta
disembuhkan dari kebutaan yang dideritanya. Pejabat itu mengatakan,
“Hadiah-hadiah yang aku bawa ini kuberikan kepadamu jika engkau dapat
menyembuhkanku.”Si Pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, Allahlah
yang menyembuhkan, apabila engkau beriman kepada Allah aku akan berdoa
kepada-Nya agar menyembuhkanmu.” Maka pejabat itu pun beriman kepada Allah,
kemudian Allah menyembuhkan sakitnya.
Pulanglah sang
pejabat kerumahnya dan kembali duduk bermajelis bersama raja. Demi melihat
kesembuhan pejabat tersebut, heranlah raja. Ia bertanya, “Siapakah yang
menyembuhkan penglihatanmu?” Sang Pejabat berkata, “Rabbku.” Mendengar jawaban
tersebut murkalah sang raja, dengan marah ia mengatakan, “Apakah kamu mempunyai
Rabb selain aku?” Sang pejabat menjawab, “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.”
Seketika itu pula ia disiksa dan terus disiksa sampai akhirnya ia menunjukkan
keberadaan si pemuda.
Dicarilah si pemuda
tersebut, kemudian ditangkap dan dihadapkan kepada Raja. Raja mulai bertanya
kepada si pemuda, ia tahu bahwa pemuda inilah orang yang ia utus untuk belajar
kepada tukang sihir. Dengan nada lembut ia bertanya, “wahai anakku, sungguh
sihirmu itu telah mencapai tingkatan untuk dapat menyembuhkan kebutaan, sakit
belang dan lainnya.” Si pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang
pun, Allahlah yang menyembuhkan.” Maka pemuda inipun disiksa sebagaimana sang
pejabat sampai akhirnya si pemuda menunjukkan keberadaan sang rahib.
Ditangkaplah sang
rahib dan dipaksa untuk kembali kepada agama sang raja. Maka sang rahib ini
menolak dan memilih tetap berada di atas agama Allah. Ia enggan untuk
menjadikan makhluk sebagai tandingan bagi Allah. maka sang raja membunuh sang
rahib yang beriman ini dengan cara yang keji. Dengan angkara murka sang raja
menggergajinya sehingga terbelah menjadi dua bagian. Tidak berbeda pula nasib
sang pejabat, ia pun dibunuh dengan digergaji menjadi dua bagian, semoga Allah
membalasi keteguhan iman mereka dengan surga.
Adapun nasib si
pemuda, berbeda dengan dua orang yang terdahulu. Sang raja menginginkan agar
pemuda tersebut dibunuh dengan cara yang berbeda. Ia dibawa ke suatu gunung
kemudian dilemparkan dari puncaknya. Akan tetapi, Allah menyelamatkannya dari
percobaan pembunuhan ini. Usaha ini dilakukan beberapa kali dengan cara yang
berbada. Setiap mereka ingin membunuhnya, si pemuda selalu berdoa kepada Allah,
“Ya Allah selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.”
Maka Allah pun menyelamatkannya sehingga terbebas dari makar pembunuhan itu dan
kembali kepada raja dalam keadaan selamat. Raja pun merasa bingung mencari cara
menghabisi si pemuda tersebut.
Dengan penuh
pertimbangan, akhirnya si pemuda memberitahukan kepada raja cara membunuh
dirinya, ia berkata kepada raja, “Engkau tidak akan bisa membunuhku sampai
engkau melakukan apa yang aku perintahkan. Kumpulkan manusia dalam satu tempat
yang luas, saliblah aku pada batang pohon, lalu ambillah anak panah dari tempat
anak panahku, kemudian katakanlah
‘Dengan menyebut Nama Allah, Rabb anak ini’ dan panahlah aku
dengannya.” Sang raja pun melakukan perintah si pemuda. Ia menginginkan untuk
segera menghabisinya. Pemuda itu ibarat duri dalam daging, penghalang
yang harus segera dimusnahkan. Raja tidak mengetahui rencana Allah yang Maha
Mengetahui. Dikumpulkanlah manusia pada suatu tempat, ia ambil anak panah dari
tempat anak panah si pemuda, kemudian ia panah si pemuda sembari mengatakan, “Dengan menyebut Nama Allah,
Rabb anak ini.” Anak panah melesat tepat mengenai pelipis si pemuda.
Dengan izin Allah matilah pemuda itu di tangan raja.
Namun tanpa diduga
oleh raja, rakyat yang menyaksikan peristiwa ini pun serta merta beriman kepada
Allah. Mereka mengatakan, “Kami beriman dengan Rabb anak ini, kami beriman
dengan Rabb anak ini.”
Telah datang
waktunya kebenaran menyusup ke dalam relung hati rakyat. Tatkala keimanan telah
menancap kokoh dalam hati, ia laksana batu karang yang tidak hancur diterpa
gelombang. Demi melihat peristiwa ini, murkalah sang raja. Ia perintahkan
pengikutnya untuk membuat parit-parit di setiap ujung jalan. Kemudian
dinyalakan api di dalamnya. Sang raja memerintahkan pengikutnya untuk membunuh
siapa saja yang tetap berada dalam keimanan kepada Allah. Satu persatu mereka
digiring dan dibawa ke parit tersebut, menemui ajal dengan mendapatkan
keridhaan Allah.
Demikian sepenggal
kisah dari orang-orang terdahulu yang beriman kepada Allah. Dalam kitab-Nya
yang mulia, Allah banyak mengisahkan perjalanan hidup hamba-hamba-Nya. Sebagian
mereka menentang, adapula yang tunduk dan patuh kepada perintah Allah. Allah
menjadikan kisah-kisah ini sebagai pelajaran bagi kita untuk senantiasa
mengikuti kebenaran walaupun beresiko harus mendapatkan penentangan manusia.
Allah berfirman, “Sungguh
dalam kisah mereka ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal, bukanlah (Al
Qur’an ini) sebagai ucapan yang diada-adakan, tetapi ia membenarkan
(kitab-kitab) yang terdahulu dan sebagai penjelas atas segala sesuatu petunjuk
serta rahmat bagi kaum yang beriman.” [Q.S. Yusuf:111]. Allahu
a’lam. [Hammam].
Maraji’: Shahih muslim
Tafsir AlQur’an Al ‘Adzim
Sumber:
http://tashfiyah.net/2011/12/kisah-ashabul-ukhdud/
Nah, begitu kisahnya. Kalau kita
bandingkan dengan kondisi hari ini, coba deh direnungkan. Kira-kira masih ada
gak sih kisah-kisah tadi terulang? Yap. Bahkan di kampus saya atau juga dengan
yang terjadi di luar sana dengan saudara-saudara kita.
Kemarin saya baru tahu bahwa di
salah satu fakultas di kampus, para mahasiswi yang sedang mencoba istiqamah
untuk berpakaian syar’i dilarang untuk berpenampilan mengulurkan jilbab hingga
menutupi dada saat wisuda dan juga di foto wisuda. Hiks, emang masih ada ya
zaman kayak gitu? :(
Sejak sebelum Ramadhan tahun ini, kita juga mendapat kabar tentang bagaimana militer sebuah negara mengkudeta pemerintah yang sah. Bahkan dengan presiden yang beriman dan senantiasa memberikan pelayanan yang maksimal bagi rakyatnya. Ya, nun jauh disana. Di Bumi Kinanah. Dimana para tentara militer yang seharusnya melindungi rakyatnya, malah membunuh, membantai dan membakar kaum muslimin.
Sejak sebelum Ramadhan tahun ini, kita juga mendapat kabar tentang bagaimana militer sebuah negara mengkudeta pemerintah yang sah. Bahkan dengan presiden yang beriman dan senantiasa memberikan pelayanan yang maksimal bagi rakyatnya. Ya, nun jauh disana. Di Bumi Kinanah. Dimana para tentara militer yang seharusnya melindungi rakyatnya, malah membunuh, membantai dan membakar kaum muslimin.
Maka, benar pernyataan salah
seorang dosen saya, bahwa al-Qur’an itu emang SUPER DUPER KEREN. Dia gak
cuma past tense, tapi present continous tense. Dia punya i’tibar
untuk generasi-generasi selanjutnya, bukan cuma berlaku pada masa lalu.
Maka sesungguhnya ketika kita
bicara mengenai bagaimana caranya bermanfaat bagi orang lain dengan jalan
dakwah, ada beberapa hal mengenai watak/karakter jalan dakwah yang harus kita
ketahui menurut Ustadz Dr. Kurnia Rahmadi. Kalau tidak paham dengan hal ini,
maka ini sama saja dengan heran saat melihat burung bisa terbang atau ikan bisa
berenang. Padahal sudah alamiahnya begitu, kan?
Pertama, jalan dakwah itu memang
memiliki pendukung yang sedikit. Makanya wajar saja jika ada 1 da’i berbanding
1000 mad’u. Artinya Allah sediakan begitu lapang ladang kebaikan untuk terus
kita tuai benihnya. Ini belum apa-apa dibanding nabi Nuh ‘alaihi salam yang
berdakwah hampir ratusan tahun, tapi mendapat pengikut yang sedikit.
Kedua, adanya beban yang banyak
dan kerja yang menumpuk dikarenakan seabrek masalah yang kita hadapi dan
aktornya yang sedikit tadi.
Ketiga, adanya waktu yang panjang
dengan jalannya yang berliku.
In short, kita emang belum ada
apa-apanya dibanding Rasululullah.
JIKA MUHAMMAD BERFIKIR SEBAGAIMANA ENGKAU MENALAR, TIDAKKAH IA PUNYA BANYAK SAAT UNTUK MEMILIH BERHENTI.TAPI MUHAMMAD TAHU,RIDHA ALLAH TIDAK TERLETAK PADA SULIT ATAU MUDAHNYA, BERAT ATAU RINGANNYA, BAHAGIA ATAU DERITANYA, SENYUM ATAU LUKANYA, TAWA ATAU TANGISNYARIDHA ALLAH TERLETAK PADA APAKAH KITA MENAATI-NYA DALAM MENGHADAPI SEMUA ITU, APAKAH KITA BERJALAN DENGAN MENJAGA PERINTAH DAN LARANGAN-NYA DALAM SEMUA IKHTIAR KITA.
(Ustadz Salim A. Fillah, Dalam Dekapan Ukhuwah)
So, solusinya adalah:
1. Kita harus ingat bahwa bagi Allah mudah saja menjadikan
semua manusia beriman, tapi yang Ia inginkan adalah melihat kualitas kerja
kita. Seperti kata Allah dalam Al-Mulk ayat 2:
“ yang menciptakan mati dan
hidup, untuk menguji kamu, siapa
di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha
Pengampun”.
2. Tidak ada cerita beristirahat
dalam kebaikan, karena bagi mukmin sejati istirahat itu hanya di syurga.
Ustadz Anis Matta bilang bahwa
tidak ada pesawat terbang atau kapal laut yang berhenti di tengah jalan saat
badai, mereka akan terus berjalan sampai badai itu lewat.
Ustadz Rahmat Abdullah bilang
bahwa selayaknya kita terus berlari sampai kefuturan bosan mengejar kita.
3. Buat produktivitas dakwah, hayu
kerjakan beberapa pekerjaan sekaligus. Ibarat kata kalau kita merebus air, kan
gak perlu ditungguin sampai mendidih, kita bisa menyelesaikan setrikaan sambil
dengerin tilawah. Ntar, muroja’ah kelar, setrikaan beres, air panas bisa masuk
dalam termos dan siap dipake bikin teh, deh J
4. Ingat janji Allah, bahwa disetiap
kesulitan, Allah kasih dua kemudahan.
“ Maka sesungguhnya bersama
kesulitan, ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka
apabila engkau telah selesai dari suatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk
urusan yang lain”. (Al-Insyirah ayat 5-7)
5. Meminta ‘energi langit’ sehingga
semua makhluk di bumi mencinta kita.
Sudah dulu yah. Kudu siap-siap buat next agenda for
today.
hahaha....baru tau klu ne blog mbak. awk bru buat blog jga...ditunggu ya,kunjungan baliknya...hehe
BalasHapushttp://fileberbagi.blogspot.com
:)
BalasHapusMonggo dikomen juga, Peb. Insyaallah segera meluncur.
LIKE this kak...
BalasHapus:D
My I know u, Young Lady?
Hapussemoga kita tetap istiqomah berada di jalan ini, jalan yang sudah kita pilih, jalan dakwah...
BalasHapusAamiin :)
HapusMasya Allah, keren kak :)
BalasHapussmpat mau nangis bacanya kkak duck..
Kak juga speechless pas denger ini, dek.
Hapus