Ini ada notes keren di fb yang dibikin sama adikku, Ririn. Please read it.
GOMBAL WARNING, by BURHAN SHODIQ
Jiwa yang mulia tidak rela dengan kehinaan. Allah telah mencela suatu kaum yang menukar suatu makanan dengan makanan yang lebih rendah mutunya. Allah SWT berfirman, Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti sesuatu yang baik?" (Al-Baqarah [2]: 61)
Al-Ashma'i berkata, "Ada seorang laki-laki Badui yang berduaan dengan seorang wanita lalu timbul keinginan untuk berbuat nista dengannya. Ketika hampir saja terlaksana, tiba-tiba laki-laki tersebut menjauh dan berkata, 'Sungguh seseorang menukar jannah (surga) yang luar langit dan bumi dengan satu fatr (seluas antara ujung jempol dengan ujung telunjuk saat terbuka) sesuatu diantara kedua kakimu yang secuil ini".
~Idealnya Seorang Pemuda~
sebuah syair Muhammad Iqbal
Dia pribadi yang muslim,
Berhati emas, berpotensi prima,
Yang dikala damai
Anggun petaka kijang dari padang perburuan
Yang dikala perang
Perkasa bak harimau kumbang
Dia perpaduan manis empedu
Satu kali dengan kawan
Lain kali dengan lawan
Yang lembut dalam berbahasa
Yang teguh membawa suluh
Angannya sederhana
Citanya mulia
Tinggi keutamaan dalam hati-hati
Tinggi budi, rendah hati
Dialah sutera halus ditengah sahabat tulus
Dialah baja
Ditentangnya musuh durhaka
Dia ibarat gerimis embun tiris
Yang memekarkan bunga-bunga
Yang melambaikan tangkai-tangkai
Dia juga puting beliung
Yang melemparkan ombak menggunung
Yang mengguncangkan laut kerelung relung
Dialah gemercik air ditaman sari, asri
Dia juga penumbang segala belantara
Segala sahara
Dialah pertautan agung iman Abu Bakar
Perkasa Ali
Papa Abu Dzar
Teguhnya Salman
Mandirinya di tengah massa yang bergoyang
Ibarat lentera ulama di tengah gulita sahara
Dia pilih syahid fi sabilillah atas segala kursi dan upeti
Dia menuju bintang menggapai malaikat
Dia tentang tindak kuffar pola aniaya dimana saja
Maka nilainya pun membumbung tinggi
Harganya semakin tak terperi
Maka siapakah yang akan sanggup membelinya
Kecuali Rabb-nya?
Abu Asma' berkata, "Ada seorang lelaki berada di tempat yang dinaungi lebatnya pepohonan lalu dia berkata, 'Sekiranya aku berbuat maksiat disini, siapa yang bisa melihatku?' Kemudian dia mendengar suara yang keluar diantara pepohonan, 'Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kami lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?' (Al-Mulk [67]: 14)
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (An-Nur: 30)
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara menyeluruh. Janganlah kamu menuruti langkah-langkah setan. Sesunguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah:208)
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. (Al-Mujadilah [58]: 11)
"Pandangan mata adalah salah satu dari panah-panah iblis, barang siapa menundukkannya karena Allah, maka akan dirasakan manisnya iman dalam hatinya." ( HR. Ahmad)
Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya." (An-Nur [24]: 31)
Rasulullah SWT bersabda,"Wahai Ali, janganlah engkau ikuti pandangan yang satu dengan pandangan yang lain. Engkau hanya boleh melakukan pandangan yang pertama, sedang pandangan yang kedua adalah risiko bagimu." (HR. Ahmad)
Ibrahim menceritakan dari Al-Junaid bahwasanya ada seseorang yang merayu seorang wanita, kemudian wanita itu berkata, "Engkau telah mendengar Al-Qur'an dan Al-Hadits, tentunya engkau lebih mengetahui." Lelaki tersebut berkata, "Tutuplah pintunya." Wanita itu pun menutup pintu. Ketika lelaki itu mulai mendekat padanya, wanita tersebut berkata, "Tinggal satu pintu lagi yang belum tertutup." Sang lelaki bertanya, "Pintu mana?" Maka wanita itu mrnjawab, "pintu antara dirimu dengan Allah." Akhirnya lelaki itu pun mengurungkan niatnya.
Abul Abbas An-Nasyi berkata:
Jika seseorang menjaga diri dari syahwatnya
Demi keselamatan hari-hari yang akan sirna
Bagaimana dia enggan menjaganya
Demi keselamatan hari yang tersisa dan tak akan sirna
Di antara salaf berkata, "Barangsiapa memiliki penasihat dari hatinya, niscaya Allah akan menambah kemuliaan baginya dan tunduk untuk taat kepada-Nya lebih dekat darinya daripada berbangga tatkala bermaksiat kepada-Nya."
Wahb bin Munabih berkata, "Istri Al-Aziz berkata kepada nabi Yusuf AS, 'Masuklah bersamaku ke dalam kelambu.' Yusuf berkata, 'Sesungguhnya kelambu tidak dapat menutupiku dari Rabb-ku."
SEMOGA BERMANFAAT SAUDARIKU ^_^
LOVE ririn tria risti
-threeray-
Kamis, 18 Agustus 2011
How Can I Call You?
Maybe I can't count how many people ask about my nickname. I was born and named RAUDATUL JANNAH, but my nickname is too different. You can call me Rina. It's my popular nickname at home. However,I never know where does it come from. When I asked my Pa, he told me that there is an old woman in 'kampung' who sells the rice and she has name 'Nyiak Jannah'(Is it funny or...) and he didn't want me to be called like that. Hmmm... in senior high school, there are two twins brothers that call me Radja, then some of students also call me RJ. It doesn't matter as long as you have a good intention on it. And, I would like to be called 'Raudhah' or "Jannah'. That's a duua for me. Jazakallah for knowing and doing it.
Ada Wajah Tulus di Ramadhanku
Siang ini lagi dapat giliran jaga bazar di mushalla. Kuputuskan untuk tilawah sebentar mengejar targetan. Tiba-tiba ada suara yang memanggil, " Kak... ada dua mukena untuk dipakai di dalam. Yang putih sama yang biru. Semoga bermanfaat ya Kak..." ujar seseorang dengan senyum tulus. Allahu akbar, siang yang terik ini terasa sejuk dan berbeda. Ada senyum dan wajah tulus di depanku. Akhirnya cuma ini yang terucap, " Terima kasih..."
Mungkin bagi orang-orang, dia bukanlah siapa-siapa.Penampilannya biasa-biasa saja. Malah mungkin tidak akan ada orang yang menyangka jika dia berniat mulia. Tapi dengan apa yang ia berikan semoga ia dinilai Allah sebagai orang-orang yang berhati syurga. Terimakasih Saudariku, semoga Allah senantiasa menunjukimu pada jalan yang benar. Barakillah. Nikmat Ramadhan itu ada di hatinya, hatiku dan hati kita...
Rabu, 17 Agustus 2011
Menanti Lebaran Datang
Lebaran mau datang sebentar lagi nih… Tapi saking asyiknya menikmati kuliah saat Ramadhan di kampus, suatu malam my phone is ringing. “ Nanda, kapan pulang?” Glek, nih hati rasa mau kemana. “ Belum tahu, Ma, Pa. Lihat situasi dulu” Eh, mereka ternyata pakai jurus pamungkas, “ Kagak bakalan belanja buat lebaran, Neng?”
Waduh, kalo ditawarin hal emas kayak gini, sapa yang gak mau. Tapi dengan bijaksana, diriku membiarkan bibir ini mengucapkan,” Kalau Ma dan Pa punya rezki, Alhamdulillah, Na gak nolak. Tapi kalaupun tak ada, tak papa, lah.”
“ Sip dah, pulang yah.” Pesan penutup beriring salam pun terucap.
Akhirnya, kuputuskan di akhir minggu untuk menginjakkan kaki lagi di kampung halaman. Begitu nyampai, ternyata diriku menjumpai fakta bahwa adikku yang paling kecil, si ‘Pink-Pink’ (panggilan sayang buat Fitria) lagi sakit dan Mama juga demam. Alhasil, dengan tenaga yang tersisa di rumah (sepupu, ponakan, Fadli my little Bro, dan Papa), kami semangat baburu pabukoan, kayak yang berikut ini…, hehe.
Mauuu?
Akhirnya, keesokan harinya jadi juga deh berburu tekstil buat design baju. Maklum, sebagai mantan anak Tata Busana, rugi donk tidak memanfaatkan sumber daya yang ada, meskipun belum bisa jahit sendiri pakaian karena belum punya mesin jahit sendiri, at least, I design my own.
Coba lihat deh…
Ini foto buku model tekstilnya...
The beautiful dresses gonna be.
Hantaran buat ... (^__^)
Dasar kain murah meriah yang bisa dibuat apa saja oleh tangan-tangan terampil.
Semoga Ramadhan dan Idul Fitri tidak cuma membuat kita memakai baju baru dan indah, namun juga memberbaharui dan meluruskan niat, bahwa bersyukur itu indah, dan masih banyak yang harus kita lihat di bawah, ada yang tidak bisa menikmati sedikit saja ketupat lebaran, lantas dimanakah kita sebagai satu tubuh?
Waduh, kalo ditawarin hal emas kayak gini, sapa yang gak mau. Tapi dengan bijaksana, diriku membiarkan bibir ini mengucapkan,” Kalau Ma dan Pa punya rezki, Alhamdulillah, Na gak nolak. Tapi kalaupun tak ada, tak papa, lah.”
“ Sip dah, pulang yah.” Pesan penutup beriring salam pun terucap.
Akhirnya, kuputuskan di akhir minggu untuk menginjakkan kaki lagi di kampung halaman. Begitu nyampai, ternyata diriku menjumpai fakta bahwa adikku yang paling kecil, si ‘Pink-Pink’ (panggilan sayang buat Fitria) lagi sakit dan Mama juga demam. Alhasil, dengan tenaga yang tersisa di rumah (sepupu, ponakan, Fadli my little Bro, dan Papa), kami semangat baburu pabukoan, kayak yang berikut ini…, hehe.
Mauuu?
Akhirnya, keesokan harinya jadi juga deh berburu tekstil buat design baju. Maklum, sebagai mantan anak Tata Busana, rugi donk tidak memanfaatkan sumber daya yang ada, meskipun belum bisa jahit sendiri pakaian karena belum punya mesin jahit sendiri, at least, I design my own.
Coba lihat deh…
Ini foto buku model tekstilnya...
The beautiful dresses gonna be.
Hantaran buat ... (^__^)
Dasar kain murah meriah yang bisa dibuat apa saja oleh tangan-tangan terampil.
Semoga Ramadhan dan Idul Fitri tidak cuma membuat kita memakai baju baru dan indah, namun juga memberbaharui dan meluruskan niat, bahwa bersyukur itu indah, dan masih banyak yang harus kita lihat di bawah, ada yang tidak bisa menikmati sedikit saja ketupat lebaran, lantas dimanakah kita sebagai satu tubuh?
Senin, 08 Agustus 2011
Urgensi Pendidikan Berkarakter
Oleh: Raudatul Jannah (01577/2008)
Diajukan dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Dasar-Dasar Filsafat
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang
Pendahuluan
UUD 1945 tentang pendidikan yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sayangnya, sudah banyak kasus belakangan ini yang menunjukkan bahwa pendidikan kita terbilang gagal dalam menghasilkan lulusan manusia Indonesia yang berkualitas, tidak cuma dari segi pengetahuan dan skill, tapi seharusnya juga bagus secara tingkah laku dan moralnya. Betapa panjang berita tanah air yang berisi tentang amburadulnya moral anak bangsa. Belum lama ini, ada kasus Ariel-Luna Maya dengan video tindakan amoralnya atau kasus Gayus Tambunan menambah deretan panjang bukti tidak berhasilnya pendidikan kita selama ini. Banyak lulusan sekolah yang piawai mengerjakan soal kimia dan matematika, tapi mereka tidak punya perilaku dan akhlak yang mulia untuk membangun bangsa. Beragam fenomena tadi mengantarkan kita pada pertanyaan, apakah yang telah terjadi pada bangsa ini, yang katanya sangat menjunjung tinggi nilai moral dan peradaban? Masyarakat sepertinya sekarang sudah serba permisif dengan kejanggalan-kejanggalan yang ada di sekitarnya. Mereka seperti tidak punya beban moral lagi menyaksikan atau melihat fakta betapa tingginya angka aborsi di kalangan remaja. Bogor Educare mengutip laporan Antara menyatakan bahwa ada 30% remaja yang melakukan aborsi dari 2,3 juta setiap tahunnya, bahkan tingkat kasus Kehamilan yang Tidak Diinginkan meraih angka 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahunnya.
Menyadari hal ini, Kementerian Pendidikan Nasional mewacanakan tentang pendidikan berkarakter yang dicanangkan untuk sekolah tingkat dasar sampai tingkat lanjut. Menurut Prof Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan Pendidikan Nasional, pendidikan berkarakter perlu dilaksanakan semenjak dini untuk memudahkan mereka menemukan kepribadian yang positif. Wajar saja pendidikan berkarakter ini dilaksanakan mengingat banyak sekali lulusan sekolah dan sarjana yang bisa menjawab soal dan piawai dalam ujian, namun punya mental yang lemah dan penakut, dan punya perilaku tidak terpuji. Lebih buruk, dana pendidikan yang dialokasikan sepertinya tidak banyak membantu memecahkan persoalan mendasar dunia pendidikan Indonesia, yakni manusia yang beriman, bertaqwa, profesional, dan berkarakter.
Apakah Pendidikan Berkarakter Itu?
Dr. Ratna Megawangi dalam bukunya Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007) menyatakan bahwa pendidikan berkarakter yaitu pendidkan yang bertujuan untuk adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, meliputi proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Ia memberikan contoh tentang bagaimana suksesnya pemerintah China menerapkan pendidikan berkarakter sejak awal tahun 1980-an.
Ahli lainnya, Doni Koesoema Albertus (seorang sarjana teologi lulusan Universitas Gregoriana Roma Italia) menyatakan bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Dalam pendidikan karakter, yang terutama dinilai adalah perilaku, bukan pemahamannya. Doni membedakan pendidikan karakter dengan pendidikan moral atau pendidikan agama. Pendidikan agama dan kesadaran akan nilai-nilai religius menjadi motivator utama keberhasilan pendidikan karakter. Namun, ia berpendapat agama tidak dapat dipakai sebagai pedoman pengatur dalam kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat yang plural. Ia menuliskan bahwa di zaman modern yang sangat multikultural ini, nilai-nilai agama tetap penting dipertahankan, namun tidak dapat dipakai sebagai dasar kokoh bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Jika nilai agama ini tetap dipaksakan dalam konteks masyarakat yang plural, yang terjadi adalah penindasan oleh kultur yang kuat pada mereka yang lemah. Karenanya, ia menyimpulkan bahwa nilai-nilai moral lebih efektif daripada nilai-nilai agama.
Ditinjau dari perspektif Islam, tentu saja hal ini bertentangan karena didalam Islam nilai-nilainya benar-benar memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang, terutama dengan pembentukan karakternya. Seorang muslim di dalam kehidupan sehari-harinya dituntut untuk berakhlak atau berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agamanya. Inilah titik perbedaan mendasar antara pendidikan Islam dengan pendidikan dunia Barat. Maka munculah pertanyaan baru, bagaimanakah seharusnya kita membangun pendidkan berkarakter itu?
Berkaca Pada Madinah
Seperti yang sudah dibahas sedikit diatas, bahwa ada perbedaan antara pendidkan Barat dengan pendidikan Islam. Mengutip pernyataan sebuah artikel yang ditulis oleh Dzikrullah (Majalah Alia: Maret 2010), ada dua orientasi pendidkan yang ada di dunia, yaitu Oxbridge (Oxford dan Cambridge) dan Madinah. Di dalam sejarah dinyatakan bahwa dalam perkembangannya, banyak kontroversi yang terjadi di Oxbridge berkaitan dengan tingkah laku dari para pelaku pendidikannya. Misalnya, di Barat cenderung ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dengan agama. Di Oxbridge, seorang professor yang homoseksual dan melakukan tindakan amoral tetap akan dihormati karena keilmuannya. Hal ini akan berbeda jika di Madinah, jika seseorang memisahkan ‘aqidah, akhlaq dan ‘ilmu maka kealimannya batal, apalagi jika ia ketahuan melakukan maksiat dan meninggalkan shalat.
Akibat dari ini semua adalah jika kita ingin memilih contoh pendidkan berkarakter yang bagus, mari berkaca pada Madinah.
Bagaimanakah Cara Membangun Pendidikan Berkarakter?
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Untuk meningkatkan pendidikan karakater tersebut dibutuhkan sebuah proses yang tidak singkat dan tiap orang memiliki waktu yang tidak sama dalam menginternalisasinya. Proses pembentukan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang sering disebut sebagai faktor bawaan (endogen atau nature) dan oleh faktor lingkungan (eksogen atau nurture). Antara keduanya ada interaksi: manusia dapat mengubah/membentuk budaya lingkungan, tapi lingkungan juga dapat membentuk karakter manusia (Jati Diri Bangsa dalam makalah Conny R. Semiawan, 2010).
Dari dua faktor yang telah tersebutkan, maka bisa dikatakan bahwa pendidikan (keluarga, masyarakat, ataupun formal) memiliki peranan penting untuk memodifikasi karakter seseorang pada domain nurture, dimana ada peran bagaimana pendidikan mencoba menciptakan kondisi “ketidaksengajaan yang disengaja” dalam rangka membentuk karakter peserta didiknya.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Sebagai Orang Tua
Rasulullah pernah menyatakan bahwa ibu adalah madrasah pertama seorang anak. Jadi, ada wewenang dan peran dari ibu dan juga aah untuk membentuk karakter anak-anaknya. Bahkan ada pepatah yang menyatakan buah tak jatuh dari tangkainya. Beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua yaitu:
1.Orang tua harus menjadi model bagi anak-anaknya. Tidak mungkin kita menyuruh anak-anak untuk shalat, sementara kita tidak mengerjakannya.
2.Ibu berperan sebagai madrasah ilmu, pemberi rasa aman dan kasih sayang, seorang da’iyah, dan sebagai teman dan kakak bagi anak-anaknya tergantung konteks. Ia akan menjadikan rumahnya sebagia istananya, dan tanpa harus meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu, ia boleh saja beraktivitas di luar rumah dengan tuntunan syar’i. Sedangkan ayah harus menjadi imam yang baik bagi keluarganya, pelindung, pemberi rasa aman, pemberi semangat dan dorongan, pemberi rasa percaya diri disamping sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah.
3.Menyalurkan nilai-nilai positif pada perkembangan jiwa dan akhlaq anak.
4.Mendekatkan anak dengan masjid sebagai basis kegiatannya, sama seperti Madinah.
5.Menekankan pada anak bahwa nilai tinggi bukanlah tujuan utama menuntut ilmu, namun bagaimana ia bisa menguasai ilmu itu dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan umat.
6.Memilihkan sekolah agama yang bagus buat anak, yang membantu mengajarkan nilai-nilai keislaman.
7.Membantu anak untuk membangun karakter positif dengan tidak berbohong, memberi cap negatif, menjadikan televisi sebagai baby sitter, meremehkan anak, tidak peduli, mengajarkan anak bersikap materialistik, dan hal-hal negatif lainnya.
8.Memilihkan guru yang baik.
9.Memilih bacaan-bacaan yang baik.
10.Mengenali dengan siapa anak bergaul.
11.Memberikan anak kebebasan yang bertanggung jawab, dan adanya penekanan bahwa anak boleh berbuat apa saja selama itu dibolehkan oleh agama dan mengingatkan bahwa Allah Maha Melihat apa yang kita kerjakan.
12.Mencari tahu perkembangan terbaru tentang apa yang anak sukai sehingga bisa update dengan apa yang mau dibicarakan dengan anak.
Sebagai Guru
Guru dianggap memiliki peran besar bagi perkembangan seorang individu setelah orangtuanya. Karena itu guru harus bisa menanamkan nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai moral, serta nilai-nilai agama kepada anak lewat mata pelajaran yang diajarkannya. Setiap kali guru mengajar, hendaknya tidak hanya mengajarkan konseptual, tapi juga menghubungkannya dengan nilai-nilai kehidupan. Hal ini akan membuat anak memiliki pemikiran yang positif dan melekat dalam sanubarinya. Sebagai guru yang memprioritaskan pendidikan karakter, maka jadikanlah Al-Qur’an dan hadist sebagai acuan pengajaran yang sesuai dengan perkembangan anak. Guru juga harus bisa berperan sebagai teman yang bisa diajak curhat, guru yang bisa ditanyai, dan orang tua yang dihormati. Untuk itu, guru perlu membangun kedekatan dengan anak didiknya, memahami bagaimana karakter mereka sehingga anak menjadi nyaman.
Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menitikberatkan muatannya pada bagaimana membentuk seseorang agar tidak hanya sekedar tahu, tetapi juga mampu merasakan sekaligus mengamalkan kebenaran secara baik dan benar. Bila pendidikan karakter ini berhasil dilaksanakan, maka tidak akan ada lagi timbul frustasi sosial di tengah masyarakat, seperti yang dikatakan William Chang. Dimana orang cenderung melihat hidup tak lagi mempunyai makna. Hidup orang lain cenderung dinilai sangat murah, sama sekali tak dihargai martabatnya sebagai manusia. Itu semua terjadi karena menurunnya kualitas pendidikan kemanusiaan, baik di keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Disinilah perlu peran aktif dari lembaga pendidikan formal dan masyarakat, terutama keluarga untuk mampu menciptakan kondisi “ketidaksengajaan yang disengaja” dalam memodifikasi karakter yang belum dapat memancarkan cahaya yang semestinya.
Referensi
Anonymous. Membentuk karakter cara Islam (http://pustaka-ebook.com/membentuk-karakter-cara-islam/) diakses 16 Juni 2011 pada 9.00 pm.
Dzikrullah. Oxbridge dan Madinah. Majalah Alia edisi Maret 2010 halaman 38-40 ditambah beberapa artikel terkaut pada halaman majalah tersebut.
Husaini, Adian. Perlukah Pendidikan Berkarakter? (http://www.bogoreducare.org/perlukah-pendidikan-berkarakter.html ) diakses pada 16 Juni 2011 pada 9.20 pm.
Lussy. Pendidikan Karakter Bukanlah Barang Baru. (http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html) diakses pada 16 Juni 2011 pada 9.15 pm.
Resume (plus modifikasi) dari “Character Building for Children: Toward A national Identity of Quality and Dignity" yang disampaikan Conny R. Semiawan dan Dede Rahmat Hidayat dalam Kegiatan Program Alih Kepakaran "Conny Semiawan's Lecture on Education" pada tanggal 2 Juni 2010 (seri 3).
Diajukan dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Dasar-Dasar Filsafat
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang
Pendahuluan
UUD 1945 tentang pendidikan yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sayangnya, sudah banyak kasus belakangan ini yang menunjukkan bahwa pendidikan kita terbilang gagal dalam menghasilkan lulusan manusia Indonesia yang berkualitas, tidak cuma dari segi pengetahuan dan skill, tapi seharusnya juga bagus secara tingkah laku dan moralnya. Betapa panjang berita tanah air yang berisi tentang amburadulnya moral anak bangsa. Belum lama ini, ada kasus Ariel-Luna Maya dengan video tindakan amoralnya atau kasus Gayus Tambunan menambah deretan panjang bukti tidak berhasilnya pendidikan kita selama ini. Banyak lulusan sekolah yang piawai mengerjakan soal kimia dan matematika, tapi mereka tidak punya perilaku dan akhlak yang mulia untuk membangun bangsa. Beragam fenomena tadi mengantarkan kita pada pertanyaan, apakah yang telah terjadi pada bangsa ini, yang katanya sangat menjunjung tinggi nilai moral dan peradaban? Masyarakat sepertinya sekarang sudah serba permisif dengan kejanggalan-kejanggalan yang ada di sekitarnya. Mereka seperti tidak punya beban moral lagi menyaksikan atau melihat fakta betapa tingginya angka aborsi di kalangan remaja. Bogor Educare mengutip laporan Antara menyatakan bahwa ada 30% remaja yang melakukan aborsi dari 2,3 juta setiap tahunnya, bahkan tingkat kasus Kehamilan yang Tidak Diinginkan meraih angka 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahunnya.
Menyadari hal ini, Kementerian Pendidikan Nasional mewacanakan tentang pendidikan berkarakter yang dicanangkan untuk sekolah tingkat dasar sampai tingkat lanjut. Menurut Prof Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan Pendidikan Nasional, pendidikan berkarakter perlu dilaksanakan semenjak dini untuk memudahkan mereka menemukan kepribadian yang positif. Wajar saja pendidikan berkarakter ini dilaksanakan mengingat banyak sekali lulusan sekolah dan sarjana yang bisa menjawab soal dan piawai dalam ujian, namun punya mental yang lemah dan penakut, dan punya perilaku tidak terpuji. Lebih buruk, dana pendidikan yang dialokasikan sepertinya tidak banyak membantu memecahkan persoalan mendasar dunia pendidikan Indonesia, yakni manusia yang beriman, bertaqwa, profesional, dan berkarakter.
Apakah Pendidikan Berkarakter Itu?
Dr. Ratna Megawangi dalam bukunya Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007) menyatakan bahwa pendidikan berkarakter yaitu pendidkan yang bertujuan untuk adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, meliputi proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Ia memberikan contoh tentang bagaimana suksesnya pemerintah China menerapkan pendidikan berkarakter sejak awal tahun 1980-an.
Ahli lainnya, Doni Koesoema Albertus (seorang sarjana teologi lulusan Universitas Gregoriana Roma Italia) menyatakan bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Dalam pendidikan karakter, yang terutama dinilai adalah perilaku, bukan pemahamannya. Doni membedakan pendidikan karakter dengan pendidikan moral atau pendidikan agama. Pendidikan agama dan kesadaran akan nilai-nilai religius menjadi motivator utama keberhasilan pendidikan karakter. Namun, ia berpendapat agama tidak dapat dipakai sebagai pedoman pengatur dalam kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat yang plural. Ia menuliskan bahwa di zaman modern yang sangat multikultural ini, nilai-nilai agama tetap penting dipertahankan, namun tidak dapat dipakai sebagai dasar kokoh bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Jika nilai agama ini tetap dipaksakan dalam konteks masyarakat yang plural, yang terjadi adalah penindasan oleh kultur yang kuat pada mereka yang lemah. Karenanya, ia menyimpulkan bahwa nilai-nilai moral lebih efektif daripada nilai-nilai agama.
Ditinjau dari perspektif Islam, tentu saja hal ini bertentangan karena didalam Islam nilai-nilainya benar-benar memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang, terutama dengan pembentukan karakternya. Seorang muslim di dalam kehidupan sehari-harinya dituntut untuk berakhlak atau berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agamanya. Inilah titik perbedaan mendasar antara pendidikan Islam dengan pendidikan dunia Barat. Maka munculah pertanyaan baru, bagaimanakah seharusnya kita membangun pendidkan berkarakter itu?
Berkaca Pada Madinah
Seperti yang sudah dibahas sedikit diatas, bahwa ada perbedaan antara pendidkan Barat dengan pendidikan Islam. Mengutip pernyataan sebuah artikel yang ditulis oleh Dzikrullah (Majalah Alia: Maret 2010), ada dua orientasi pendidkan yang ada di dunia, yaitu Oxbridge (Oxford dan Cambridge) dan Madinah. Di dalam sejarah dinyatakan bahwa dalam perkembangannya, banyak kontroversi yang terjadi di Oxbridge berkaitan dengan tingkah laku dari para pelaku pendidikannya. Misalnya, di Barat cenderung ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dengan agama. Di Oxbridge, seorang professor yang homoseksual dan melakukan tindakan amoral tetap akan dihormati karena keilmuannya. Hal ini akan berbeda jika di Madinah, jika seseorang memisahkan ‘aqidah, akhlaq dan ‘ilmu maka kealimannya batal, apalagi jika ia ketahuan melakukan maksiat dan meninggalkan shalat.
Akibat dari ini semua adalah jika kita ingin memilih contoh pendidkan berkarakter yang bagus, mari berkaca pada Madinah.
Bagaimanakah Cara Membangun Pendidikan Berkarakter?
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Untuk meningkatkan pendidikan karakater tersebut dibutuhkan sebuah proses yang tidak singkat dan tiap orang memiliki waktu yang tidak sama dalam menginternalisasinya. Proses pembentukan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang sering disebut sebagai faktor bawaan (endogen atau nature) dan oleh faktor lingkungan (eksogen atau nurture). Antara keduanya ada interaksi: manusia dapat mengubah/membentuk budaya lingkungan, tapi lingkungan juga dapat membentuk karakter manusia (Jati Diri Bangsa dalam makalah Conny R. Semiawan, 2010).
Dari dua faktor yang telah tersebutkan, maka bisa dikatakan bahwa pendidikan (keluarga, masyarakat, ataupun formal) memiliki peranan penting untuk memodifikasi karakter seseorang pada domain nurture, dimana ada peran bagaimana pendidikan mencoba menciptakan kondisi “ketidaksengajaan yang disengaja” dalam rangka membentuk karakter peserta didiknya.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Sebagai Orang Tua
Rasulullah pernah menyatakan bahwa ibu adalah madrasah pertama seorang anak. Jadi, ada wewenang dan peran dari ibu dan juga aah untuk membentuk karakter anak-anaknya. Bahkan ada pepatah yang menyatakan buah tak jatuh dari tangkainya. Beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua yaitu:
1.Orang tua harus menjadi model bagi anak-anaknya. Tidak mungkin kita menyuruh anak-anak untuk shalat, sementara kita tidak mengerjakannya.
2.Ibu berperan sebagai madrasah ilmu, pemberi rasa aman dan kasih sayang, seorang da’iyah, dan sebagai teman dan kakak bagi anak-anaknya tergantung konteks. Ia akan menjadikan rumahnya sebagia istananya, dan tanpa harus meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu, ia boleh saja beraktivitas di luar rumah dengan tuntunan syar’i. Sedangkan ayah harus menjadi imam yang baik bagi keluarganya, pelindung, pemberi rasa aman, pemberi semangat dan dorongan, pemberi rasa percaya diri disamping sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah.
3.Menyalurkan nilai-nilai positif pada perkembangan jiwa dan akhlaq anak.
4.Mendekatkan anak dengan masjid sebagai basis kegiatannya, sama seperti Madinah.
5.Menekankan pada anak bahwa nilai tinggi bukanlah tujuan utama menuntut ilmu, namun bagaimana ia bisa menguasai ilmu itu dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan umat.
6.Memilihkan sekolah agama yang bagus buat anak, yang membantu mengajarkan nilai-nilai keislaman.
7.Membantu anak untuk membangun karakter positif dengan tidak berbohong, memberi cap negatif, menjadikan televisi sebagai baby sitter, meremehkan anak, tidak peduli, mengajarkan anak bersikap materialistik, dan hal-hal negatif lainnya.
8.Memilihkan guru yang baik.
9.Memilih bacaan-bacaan yang baik.
10.Mengenali dengan siapa anak bergaul.
11.Memberikan anak kebebasan yang bertanggung jawab, dan adanya penekanan bahwa anak boleh berbuat apa saja selama itu dibolehkan oleh agama dan mengingatkan bahwa Allah Maha Melihat apa yang kita kerjakan.
12.Mencari tahu perkembangan terbaru tentang apa yang anak sukai sehingga bisa update dengan apa yang mau dibicarakan dengan anak.
Sebagai Guru
Guru dianggap memiliki peran besar bagi perkembangan seorang individu setelah orangtuanya. Karena itu guru harus bisa menanamkan nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai moral, serta nilai-nilai agama kepada anak lewat mata pelajaran yang diajarkannya. Setiap kali guru mengajar, hendaknya tidak hanya mengajarkan konseptual, tapi juga menghubungkannya dengan nilai-nilai kehidupan. Hal ini akan membuat anak memiliki pemikiran yang positif dan melekat dalam sanubarinya. Sebagai guru yang memprioritaskan pendidikan karakter, maka jadikanlah Al-Qur’an dan hadist sebagai acuan pengajaran yang sesuai dengan perkembangan anak. Guru juga harus bisa berperan sebagai teman yang bisa diajak curhat, guru yang bisa ditanyai, dan orang tua yang dihormati. Untuk itu, guru perlu membangun kedekatan dengan anak didiknya, memahami bagaimana karakter mereka sehingga anak menjadi nyaman.
Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menitikberatkan muatannya pada bagaimana membentuk seseorang agar tidak hanya sekedar tahu, tetapi juga mampu merasakan sekaligus mengamalkan kebenaran secara baik dan benar. Bila pendidikan karakter ini berhasil dilaksanakan, maka tidak akan ada lagi timbul frustasi sosial di tengah masyarakat, seperti yang dikatakan William Chang. Dimana orang cenderung melihat hidup tak lagi mempunyai makna. Hidup orang lain cenderung dinilai sangat murah, sama sekali tak dihargai martabatnya sebagai manusia. Itu semua terjadi karena menurunnya kualitas pendidikan kemanusiaan, baik di keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Disinilah perlu peran aktif dari lembaga pendidikan formal dan masyarakat, terutama keluarga untuk mampu menciptakan kondisi “ketidaksengajaan yang disengaja” dalam memodifikasi karakter yang belum dapat memancarkan cahaya yang semestinya.
Referensi
Anonymous. Membentuk karakter cara Islam (http://pustaka-ebook.com/membentuk-karakter-cara-islam/) diakses 16 Juni 2011 pada 9.00 pm.
Dzikrullah. Oxbridge dan Madinah. Majalah Alia edisi Maret 2010 halaman 38-40 ditambah beberapa artikel terkaut pada halaman majalah tersebut.
Husaini, Adian. Perlukah Pendidikan Berkarakter? (http://www.bogoreducare.org/perlukah-pendidikan-berkarakter.html ) diakses pada 16 Juni 2011 pada 9.20 pm.
Lussy. Pendidikan Karakter Bukanlah Barang Baru. (http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html) diakses pada 16 Juni 2011 pada 9.15 pm.
Resume (plus modifikasi) dari “Character Building for Children: Toward A national Identity of Quality and Dignity" yang disampaikan Conny R. Semiawan dan Dede Rahmat Hidayat dalam Kegiatan Program Alih Kepakaran "Conny Semiawan's Lecture on Education" pada tanggal 2 Juni 2010 (seri 3).
Kamis, 04 Agustus 2011
Menulis? Aku Punya Banyak Cerita Ramadhan, Kamu?
Duh, rasanya emang sulit untuk membiasakannya, tapi kalo gak pernah dicoba, mana bisa? Akhirnya kuputuskan untuk terus melakukannya. Jadi ingat sama statement-nya Pramudya A. Toer yang bilang bahwa biarpun orang itu pintar setinggi langi, tapi itu kagak bakalan berarti jika tidak menstransferkannya lewat tulisan, karena tulisan adalah cara menuju abadi. See?
Well, sekarang jadi banyak pikiran mo nulis apa aja. Contohnya nih:
Ramadhan ini memang bulan yang penuh dengan kedahsyatan. Malam keempat Ramadhan, sahabatku tercinta masuk RS karena demam tinggi. Salah juga sih, gak maksa dari pertama untuk segera berobat, akhirnya… Alhamdulillah berkat bantuan dari dokter dan perawat di sana, all is well. Si dia boleh dibawa pulang ke rumah dan harus tetap check lagi ke poli. Yang kerennya, ya kiprah para malaikat berbaju putih itu (dokter n perawat: catatan redaksi, hehe…) yang dengan sabar membantu dan bertindak cepat. Gak kebayang deh kalau harus jadi mereka, ntar pas nyuntik, bukannya pasien yang pingsan malah diriku yang agak melebai dengan DARAH ini. Memang sangat dibutuhkan mental yang kuat untuk melayani orang-orang yang sedang diuji nikmat sehatnya itu. Coba ya kalo semuanya kayak gitu. Mm, profesionalisme, keikhlasan serta pengabdian sepenuh hati sudah merupakan hadiah special bagi pasien dan keluarga mereka. SEMANGAT YA BAPAK IBU DOKTER N PERAWAT!!! (^__^)
Cerita kedua?
Shalat tarawih di kota Padang diisi dengan penuh hikmah. Seiring dengan perjuangan mendapatkan kesyahduan dan kekhusyukan curhat sama Allah, meledaklah dalam jarak tiap beberapa menit petasan-petasan karya anak bangsa. Mau bilang apa, ya? Lha wong dari dulu emang kayak gini, gak di kampong, gak di Padang sama aja (tapi parahan Padang, deh kayaknya). Kalau dibikin peraturan, malah protes. Jadi mang musti dipikirin apa pekerjaan alternative buat ‘mereka’. Kamu punya solusi?
Tiga, lagi-lagi masalah anak-anak. Suara mereka mengalahkan suara microphone buatan orang-orang pabrik. Nah, ini harusnya jadi tugas kita semua. Mari me-list satu persatu. Orang tua, sudahkah mendidk dan mengajari mereka apa yang seharusnya dilakukan di masjid? Kakak dan yang lain juga harus mengingatkan. Apa perlu dibikin ronda penjaga suara dan petasan gitu? Jadi ingat, waktu shalat tarawih di masjid di kampung waktu masih kecil dulu (sekarang belum tua, kok), siapa yang bikin heboh bakalan dikasih cambukan sarung atau sajadah. Tapi kan kasihan yang ronda, mereka pasti gak punya kesempatan meraih pahala indahnya ibadah Ramadhan.
Empat, targetan Ramadhan mang harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan supaya Ramadhan ini kian cemerlang dan kita mendapatkan piala dari Allah. Yah, masih banyak sih hikmah lainnya. Ntar ku bagi-bagi lagi karena memang cuma ini yang baru bisa dibagi. Kalo bagi-bagi duit kan sayang, masih butuh buat bayaran kuliahan dan si penulis juga belum punya sumber penghasilan. Pas lebaran, aku juga minta-minta dari kerabat dan handai taulan.
So, ini ceritaku. Bagi-bagi dunkz ceritamu…!
Well, sekarang jadi banyak pikiran mo nulis apa aja. Contohnya nih:
Ramadhan ini memang bulan yang penuh dengan kedahsyatan. Malam keempat Ramadhan, sahabatku tercinta masuk RS karena demam tinggi. Salah juga sih, gak maksa dari pertama untuk segera berobat, akhirnya… Alhamdulillah berkat bantuan dari dokter dan perawat di sana, all is well. Si dia boleh dibawa pulang ke rumah dan harus tetap check lagi ke poli. Yang kerennya, ya kiprah para malaikat berbaju putih itu (dokter n perawat: catatan redaksi, hehe…) yang dengan sabar membantu dan bertindak cepat. Gak kebayang deh kalau harus jadi mereka, ntar pas nyuntik, bukannya pasien yang pingsan malah diriku yang agak melebai dengan DARAH ini. Memang sangat dibutuhkan mental yang kuat untuk melayani orang-orang yang sedang diuji nikmat sehatnya itu. Coba ya kalo semuanya kayak gitu. Mm, profesionalisme, keikhlasan serta pengabdian sepenuh hati sudah merupakan hadiah special bagi pasien dan keluarga mereka. SEMANGAT YA BAPAK IBU DOKTER N PERAWAT!!! (^__^)
Cerita kedua?
Shalat tarawih di kota Padang diisi dengan penuh hikmah. Seiring dengan perjuangan mendapatkan kesyahduan dan kekhusyukan curhat sama Allah, meledaklah dalam jarak tiap beberapa menit petasan-petasan karya anak bangsa. Mau bilang apa, ya? Lha wong dari dulu emang kayak gini, gak di kampong, gak di Padang sama aja (tapi parahan Padang, deh kayaknya). Kalau dibikin peraturan, malah protes. Jadi mang musti dipikirin apa pekerjaan alternative buat ‘mereka’. Kamu punya solusi?
Tiga, lagi-lagi masalah anak-anak. Suara mereka mengalahkan suara microphone buatan orang-orang pabrik. Nah, ini harusnya jadi tugas kita semua. Mari me-list satu persatu. Orang tua, sudahkah mendidk dan mengajari mereka apa yang seharusnya dilakukan di masjid? Kakak dan yang lain juga harus mengingatkan. Apa perlu dibikin ronda penjaga suara dan petasan gitu? Jadi ingat, waktu shalat tarawih di masjid di kampung waktu masih kecil dulu (sekarang belum tua, kok), siapa yang bikin heboh bakalan dikasih cambukan sarung atau sajadah. Tapi kan kasihan yang ronda, mereka pasti gak punya kesempatan meraih pahala indahnya ibadah Ramadhan.
Empat, targetan Ramadhan mang harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan supaya Ramadhan ini kian cemerlang dan kita mendapatkan piala dari Allah. Yah, masih banyak sih hikmah lainnya. Ntar ku bagi-bagi lagi karena memang cuma ini yang baru bisa dibagi. Kalo bagi-bagi duit kan sayang, masih butuh buat bayaran kuliahan dan si penulis juga belum punya sumber penghasilan. Pas lebaran, aku juga minta-minta dari kerabat dan handai taulan.
So, ini ceritaku. Bagi-bagi dunkz ceritamu…!
Langganan:
Postingan (Atom)