Beranda

Total Tayangan Halaman

Kamis, 29 September 2011

Elegi Rindu Sejagat untuk Sahabat


Sahabatku, berpikir bahwa sesuatu itu terlampau mudah untuk dilakukan, semuanya justru hampir terasa jauh berbeda. Tapi tentu saja jika kita berfikir seperti ini terus, semua jadi tak bisa dilakukan. Bagaimanapun tetap saja Allah saja yang menjadi penyemangat dan pegangan serta sumber kekuatan.
Kadang sempat merasa sangat gundah, saat tak ada yang bisa menjadi tempat berbagi. Kamu tahu kan, betapa semua aktivitas kita membuat kita tak diizinkan-Nya untuk berjumpa. Sempat menangis sesak, menyesali betapa lemahnya diri, karena terasa betapa berartinya hadirmu, Sahabat. Dulu rasanya masih erat terasa genggaman tangan kita, masih riang tersdengar kata bicara, dan masih bersama menjalani hari-hari kita. Tapi itu semua adalah ujuan, apakah hati akan tetap sama saat nikmat waktu dan kesempatan dicabut dengan izin kesempatan itu?
Sahabatku, rasanya tak pernah bosan-bosannya kau menguatkanku. Semuanya hanyalah kehendak Allah semata, dia memberikanku seorang teman sebagai pengiring menuju negeri keabadian. Satu hal yang ingin kukatakan kini padamu, aku merinduimu seperti aku merindui syurga-Nya. Semoga kelak kita diizinkan menjemput Jannah dalam keridhoan-Nya.
Ku ingat kau dalam rabithahku, Sahabat.
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta padaMu, telah berjumpa dalam taat padaMu, telah bersatu dalam dakwah padaMu, telah berpadu dalam membela syari’atMu. Kukuhkanlah, ya Allah, ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur cahayaMu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepadaMu dan keindahan bertawakkal kepadaMu. Nyalakanlah hati kami dengan berma’rifat padaMu. Matikanlah kami dalam syahid di jalanMu. Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Ya Allah. Amin. Sampaikanlah kesejahteraan, ya Allah, pada junjungan kami, Muhammad, keluarga dan sahabat sahabatnya dan limpahkanlah kepada mereka keselamatan.

Jumat, 09 September 2011

Mencintaimu Seperti Aku Mencintai Syurga

Setelah 4 tahun kelahiran putri pertama mereka, Alhamdulillah hari itu Allah kembali menitipkan karunia yang indah untuk mereka di rahimnya, sebagai generasi pelanjut perjuangan mereka. Saat terlahir kedunia, ternyata ia adalah seorang putra yang lucu dan mungil, yang kemudian diberi nama Fadlillah. Artinya? Pemberian atau karunia dari Allah. Namun, ternyata ada yang sedikit lain yang ia jumpai pada pada anaknya tercinta. Hari pertama ia lahir ke dunia, sang ibu ternyata harus dihadapkan pada sebuah kenyataan…
Mungkin tidak ada seorangpun yang pernah berharap akan mempunyai anak yang 'berbeda' dari anak-anak kebanyakan. Wanita itu juga begitu. Saat ia mendapatkan kenyataan di hari kelahiran anaknya yang kedua, seorang putra yang sangat gagah, namun ia tak kunjung jua menangis dan bergerak dengan lincah. Tubuhnya justru membiru. Ia akhirnya sadar, sudah saatnya ia ridho dengan apapun yang ditentukan Rabb-Nya, apakah Dia mengambil titipannya atau membiarkan bayi mungil itu tetap bersamanya. Menangis tersedu ia bersama dengan orang-orang yang dicintainya, suami dan ibu mertuanya, sambil terus melafazkan kalimah berserah dan tawakkal. " Pergilah, Nak. Jika memang kau harus kau tinggalkan kami." Satu, dua dan detik demi detik berlalu... Tiba-tiba bayi itu tersedak dan menangis. Allahu akbar, dia kembali, dia kembali ke pangkuan bunda.
Bayi mungil itu diberikan kesempatan untuk mengecap ujian dunia dan berjuang melawan syaithan. Pagi, siang dan malam, bayi itu tak bisa dipisahkan darinya. Alhasil, saat makan, sang bayi itu digendong. Saat memasak, ia digendong dengan kain, saat ke pasar, dan kapanpun dimanapun. Allah, begitu kuatnya wanita itu menggendongnya, sampai beberapa kilogrampun hilang dari tubuhnya yang kian kurus. Wanita mulia itu tak pernah malu, saat ia kembali lagi berhadapan dengan kenyataan bahwa anak yang ia lahirkan tidak bisa tumbuh dengan normal seperti anak-anak lainnya. Usia 3 tahun seharusnya anak-anak itu sudah bisa menyampaikan keinginannya dengan satu dua patah kata, berjalan satu dua langkah, tapi laki-laki kecil dalam gendongannya itu baru bisa membalikkan badannya dan tertidur. Bersama suami ia terus mencari jawaban akan janji Tuhan pada hamba-Nya yang berusaha, ke ahli pijat tradisional, ke rumah sakit, ke ahli akupuntur dan kemana saja dengan jalan yang dibenarkan-Nya tentu saja.
Suatu hari, jawaban itu diberikan Allah. Obat yang kandungannya sama dengan air zamzam itu dikonsumsi secara berangsur-angsur. Usia 6 tahun, adikku itu ternyata pertama kali bisa berdiri di atas sajadah, saat itu sang bunda sedang mengajarinya untuk shalat. Allahu akbar. Allah itu yang mengatur segalanya. Alhamdulillah, bocah itu kini sudah bisa berjalan dengan baik, tegak berdiri menatap hidupnya.
Dan tahulah aku betapa wanita mulia yang kupanggil Mama itu adalah seseorang yang luar biasa. Betapa aku mendengar langsung Papa menyampaikan kekagumannya tentangnya. Terimakasih, Ma. Walaupun kesabaranku tak sampai seluas dunia, tapi aku tahu betapa sangat lebar dan indahnya jalanmu menuju syurga. Do’akanlah kami anak-anakmu menjadi anak-anak yang shalih dan mampu memberikan kebaikan untukmu dan Papa.
Bunda, aku mencintaimu seperti aku mencintai syurga.